Jumat, 29 Oktober 2010
Teknik pengembangan usaha presentasi oleh cahaya sumunar
Ada beberapa teknik dalam pengembangan usaha yang merupakan hasil dari membaca berbagai sumber di internet terutama wikipedia,hal ini disampaikan hanaya untuk mengingatkan diri kami pribadi bukan untuk mengurui. karena ketakutan kami terhadap kemampuan otak kami dalam merekam setiap dalil-dalil keilmuan tentang bisnis dari dunia maya yang cukup banyak, kami yang membuat display untuk memudahkan kami dalam mempelajari begitu banyak, ilmu yang tersebar di dunia internet. akhirnya kami mohon ma'af dan pengertiannya kepada para pemilik situs/web ataupun blogger yang kami copy paste materinya untuk di simpan di blog ini tanpa tujuan komersial. karena kami menggap blog adalah wahana untuk merekam semua keilmuan yang bertebaran di dunia maya ini.
SELAMAT HARI BLOGGER 27 OKTOBER 2010
SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA INDONESIA 28 OKTOBER 2010
semoga indonesia terus jaya.amien.Kamis, 28 Oktober 2010
BISNIS
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Di copy paste dari :
Selasa, 26 Oktober 2010
Hari blogger indonesia
Emang tanggl 27 oktober...?baru tahu.
Kamis, 21 Oktober 2010
Prinsip 3M oleh cahaya sumunar
3 M berisikan :
1. Menetapkan
2.Menuliskan
3.Mematuhi
dalam bahasa jepang: settei;Kakikomi;Shitagau,untuk lebih jelasnya cahaya sumunar membuatkan ilustrasinya.
Rabu, 20 Oktober 2010
Jadikan pengangguran sebagai pendorong kinerjamu cahaya sumunar.
Ilustrasi penganguran di indonesia oleh cahaya sumunar,
Setiap aku melihat orang yang melamar pekerjaan,aku trenyuh. kenapa aku tidak bisa memberikan pekerjaan ke orang tersebut.Setiap kali aku melihat anak-anak muda dengan baju putih dan celana hitam panjang sambil memegang stopmap di tanggan mereka.aku trenyuh juga, namun apa daya untuk saat ini kadang hanya pekerjaan-pekerjaan borongan dan suplier kecil-kecilan yang aku jalani. Wahai kawan-kawan dan saudara-saudaraku warga negara indonesia yang tercinta, kalau memang cinta anda ke indonesia sebesar kepulauan di indonesia. mari pribadi-pribadi anak pertiwi ini bergandeng tangan, menciptakan lapangan kerja, sekecil apapun.
terlalu heroik mungkin kata-yang mengalir dari jariku ini. gak apa2lah memang itu yang ada di otak dan tertancap di relung hatiku yang paling dalam.
Jangan hanya menyalahkan Departemen tenaga kerja, Jangan hanaya menyalahkan pemerintah, Jangan hanya menyalahkan koruptor. PERCUMA karena memang bangsa ini sedang sakit semua....!!.Lakukan kegiatan sekecil apapun untuk menjadi penyembuh bagi negeri pertiwi yang kita cintai ini.
Mengeluh tidak akan menyelesaikan permasalahan, menagis tidak akan dapat menghapus air mata ibu pertiwi.
Apalagi yang bisa kita lakukan selain pasang nyali dan kita hantam bayang-bayang kegagaln dalam berusaha atau menjadi wirausahawan. gak usah muluk-muluk jadi wirausaha. ngangon sapi lagi,ngarit lagi dan beri minum sapi, kemudian setelah 3 bulan kita bawa ke RPH ( Rumah Pemotongan Hewan ) untuk di jual dagingnya cukuplah.
Semoga apa yang aku tulis menjadi daya dorong loncatanku keatas dan tetap istiqomah merubah diri untuk bumi pertiwi.
(20_10_2010) dedicated to Mr. Panji nirmala.
Setiap aku melihat orang yang melamar pekerjaan,aku trenyuh. kenapa aku tidak bisa memberikan pekerjaan ke orang tersebut.Setiap kali aku melihat anak-anak muda dengan baju putih dan celana hitam panjang sambil memegang stopmap di tanggan mereka.aku trenyuh juga, namun apa daya untuk saat ini kadang hanya pekerjaan-pekerjaan borongan dan suplier kecil-kecilan yang aku jalani. Wahai kawan-kawan dan saudara-saudaraku warga negara indonesia yang tercinta, kalau memang cinta anda ke indonesia sebesar kepulauan di indonesia. mari pribadi-pribadi anak pertiwi ini bergandeng tangan, menciptakan lapangan kerja, sekecil apapun.
terlalu heroik mungkin kata-yang mengalir dari jariku ini. gak apa2lah memang itu yang ada di otak dan tertancap di relung hatiku yang paling dalam.
Jangan hanya menyalahkan Departemen tenaga kerja, Jangan hanaya menyalahkan pemerintah, Jangan hanya menyalahkan koruptor. PERCUMA karena memang bangsa ini sedang sakit semua....!!.Lakukan kegiatan sekecil apapun untuk menjadi penyembuh bagi negeri pertiwi yang kita cintai ini.
Mengeluh tidak akan menyelesaikan permasalahan, menagis tidak akan dapat menghapus air mata ibu pertiwi.
Apalagi yang bisa kita lakukan selain pasang nyali dan kita hantam bayang-bayang kegagaln dalam berusaha atau menjadi wirausahawan. gak usah muluk-muluk jadi wirausaha. ngangon sapi lagi,ngarit lagi dan beri minum sapi, kemudian setelah 3 bulan kita bawa ke RPH ( Rumah Pemotongan Hewan ) untuk di jual dagingnya cukuplah.
Semoga apa yang aku tulis menjadi daya dorong loncatanku keatas dan tetap istiqomah merubah diri untuk bumi pertiwi.
(20_10_2010) dedicated to Mr. Panji nirmala.
Selasa, 19 Oktober 2010
Arti cahaya sumunar = cahyo sumunar = hikari kagayaku
Cahaya sumunar berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa indonesia dan bahasa jawa. Dimana cahaya ( bahasa indonesia ) merupakan bentuk energi gelombang elektromagnetik yang kasat oleh mata. Sedangkan sumunar ( bahasa jawa )atau bisa di sama artikan dengan bersinar.Kalaupun diartikan secara faktual adalah cahaya yang akan mampu memberikan penerangan.untuk lebih detailnya lihat ilustrasi terjemahan di bawah ini:
Perencanaan layout proses kerja oleh cahaya sumunar
Senin, 18 Oktober 2010
Mesin insert ( ide awal )
Setiap kerja harus ada peralatan dan setiap peralatan harus di kembangkan ,untuk menunjang gerak usaha.
Setiap saat harus terus ber-inovasi dan ber-improvisasi demi kemajuan usaha.
Setiap saat harus terus ber-inovasi dan ber-improvisasi demi kemajuan usaha.
Jumat, 15 Oktober 2010
Kamis, 14 Oktober 2010
PUSPO WARDOYO PEMILIK WARALABA AYAM BAKAR WONG SOLO
Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran Solo 46 tahun lalu ini, apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?
“Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.
Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.
Bagaimana Puspo bisa melakukan ini semua? Diceritakan, ketika pada tahun 1993 memulai bisnis ini, ia belum seterkenal sekarang. Ia memulai perjalanan usahanya dengan modal Rp. 700 ribu. Waktu itu orang mengenalnya hanya sebagai pedagang kaki lima di Bandara Polonia, Medan.
Namun suatu hari pada 1996, Koran daerah Medan, Waspada menulis seputar dirinya. Judulnya, “Puspo Wardoyo, Sarjana Membuka Ayam Bakar Wong Solo di Medan.” Sejak itu, bisnis rumah makannya sukses besar. Omsetnya naik 300%-400%. “Dari sini saya sadar dampak pemberitaan,” ujar mantan guru SMA di Bagansiapi-api, Sumatera Utara ini. Dan ia pun mulai mendekati pers.
Setelah cukup dekat dengan kalangan pers. Puspo mulai memahami cara kerja dunia pers. Antara lain, penting isu dalam pemberitaan. Sejak itu, ia mulai menciptakan isu atau konflik yang berkenaan dengan dirinya. “Isu atau konflik itu penting supaya media mau memberitakannya, tanpa kita memintanya,” ia menjelaskan. Isu-isu yang dibuatnya haruslah mengandung unsur tidak bermasalah. Malah kalau bisa, dengan isu tersebut, ia menjadi pahlawan. “karena seorang pionir adalah seorang pembuka, dan ia bisa disebut pahlawan,” katanya. Target besarnya adalah bagaimana mempromosikan bisnis.
Tentang sosok pahlawan ini, Puspo mencontohkannya dalam hal poligami. Ia memfigurkan dirinya sebagai pahlawan poligami. Sekaligus sebagai pengusaha rumah makan yang sukses dan andal. Di sini ia ingin meruntuhkan mitos bahwa poligami itu tabu.
Isu yang diluncurkan, antara lain sewaktu mendapat penghargaan Enterprise-50. Lalu, saat menerima penghargaan sebagai Waralaba Lokal Terbaik dari Presiden RI Megawati. Dan terakhir yang bikir geger Poligamy Award. Tak tanggung-tanggung, dana tak kurang dari Rp. 2 miliar dikucurkannya untuk acara ini.
Tentang isu poligami, Puspo berujar, “Ini positif dan paling efektif. Karena ada kebenaran, tapi tak semua orang berani mengungkapkannya.” Toh, ia melihat, dari sisi agama, apa yang dilakukannya tak melanggar aturan. Ia sadar, banyak orang yang setuju dan banyak juga yang tak setuju. “Ketika orang bicara poligami, tak akan pernah tuntas,” ujarnya. Hal itu, ia menambahkan, akan memunculkan konflik di antara mereka.
Puspo mengakui ia sangat terkesan dengan isu Poligamy Award. Karena, setelah acara tersebut diselenggarakan, banyak sekali tanggapan dari masyarakat. “Ini puncak promosi saya,” ujarnya bangga. Diakuinya, ini isu yang paling berat dan seru yang pernah diluncurkannya. “Karena isu ini melawan arus,” tambahnya. Isu-isu tersebut ternyata tidak dibuatnya sendiri. Ia membentuk sejumlah tim. Tim yang terdiri dari para wartawan ini tersebar di beberapa kota, antara lain Jakarta, Badung, Surabaya, Solo, Malang, Bali dan Medan. Namun, ia tak menyerahkan pembuatan isu begitu saja kepada timnya. “Semua tetap di bawah kepemimpinan saya,” katanya. Dua minggu sekali ia mengadakan rapat untuk menetapkan isu dalam satu bulan.
Hasil evaluasinya saat ini menunjukkan, nama Puspo Wardoyo sudah dikenal banyak orang. Adapun dari sisi bisnis, ia merasa relatif berhasil. Saat ini sejumlah rumah makan di berbagai kota besar dimilikinya. Sejumlah proposal kerjasama juga terus mengalir ke mejanya. Namun, kalau dibandingkan dengan rumah makannya, ia mengakui namanya cenderung lebih popular ketimbang Wong Solo. Itulah sebabnya, agar seimbang, kini ia mengupayakan agar nama rumah makannya kian dikenal. Karena hal itu, beberapa langkah kini digodoknya. Caranya? Membuat sejumlah isu baru! Pertama, isu yang berisikan pesan bahwa dirinya adalah sosok yang baik, sabar, penuh kasih sayang dengan keluarga, dan dermawan. “Saya ingin colling down setelah kasus Poligamy Award, untuk meraih simpati,” ujarnya terus terang. Berikutnya, fokus pada product branding. Sejumlah produk unggulan Wong Solo akan segera diluncurkan.
Menurutnya, selama ini Wong Solo dikenal sebagai rumah makan biasa. Padahal, usahanya ini memiliki sejumlah produk unggulan. Contohnya, beras terbaik dari Delangga. Juga, kangkung unggulan yang hidup di air panas dari Cibaya, yang karena daya tahannya yang kuat dinamakannya Kangkung Perkasa. Selain itu, ia juga memiliki beberapa produk unggulan yang namanya nyerempet-nyerempet poligami, seperti Jus Poligami, Jus Dimadu, atau Tumis Cah Poligami. Terlepas dari kontroversi yang ada, suka tidak suka, Puspo adalah salah satu pebisnis yang piawai mem-brand-kan dirinya.
DI COPY PASTE DARI:
http://www.ukafahrurosid.com/2009/02/kisah-sukses-puspo-wardoyo.html
“Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.
Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.
Bagaimana Puspo bisa melakukan ini semua? Diceritakan, ketika pada tahun 1993 memulai bisnis ini, ia belum seterkenal sekarang. Ia memulai perjalanan usahanya dengan modal Rp. 700 ribu. Waktu itu orang mengenalnya hanya sebagai pedagang kaki lima di Bandara Polonia, Medan.
Namun suatu hari pada 1996, Koran daerah Medan, Waspada menulis seputar dirinya. Judulnya, “Puspo Wardoyo, Sarjana Membuka Ayam Bakar Wong Solo di Medan.” Sejak itu, bisnis rumah makannya sukses besar. Omsetnya naik 300%-400%. “Dari sini saya sadar dampak pemberitaan,” ujar mantan guru SMA di Bagansiapi-api, Sumatera Utara ini. Dan ia pun mulai mendekati pers.
Setelah cukup dekat dengan kalangan pers. Puspo mulai memahami cara kerja dunia pers. Antara lain, penting isu dalam pemberitaan. Sejak itu, ia mulai menciptakan isu atau konflik yang berkenaan dengan dirinya. “Isu atau konflik itu penting supaya media mau memberitakannya, tanpa kita memintanya,” ia menjelaskan. Isu-isu yang dibuatnya haruslah mengandung unsur tidak bermasalah. Malah kalau bisa, dengan isu tersebut, ia menjadi pahlawan. “karena seorang pionir adalah seorang pembuka, dan ia bisa disebut pahlawan,” katanya. Target besarnya adalah bagaimana mempromosikan bisnis.
Tentang sosok pahlawan ini, Puspo mencontohkannya dalam hal poligami. Ia memfigurkan dirinya sebagai pahlawan poligami. Sekaligus sebagai pengusaha rumah makan yang sukses dan andal. Di sini ia ingin meruntuhkan mitos bahwa poligami itu tabu.
Isu yang diluncurkan, antara lain sewaktu mendapat penghargaan Enterprise-50. Lalu, saat menerima penghargaan sebagai Waralaba Lokal Terbaik dari Presiden RI Megawati. Dan terakhir yang bikir geger Poligamy Award. Tak tanggung-tanggung, dana tak kurang dari Rp. 2 miliar dikucurkannya untuk acara ini.
Tentang isu poligami, Puspo berujar, “Ini positif dan paling efektif. Karena ada kebenaran, tapi tak semua orang berani mengungkapkannya.” Toh, ia melihat, dari sisi agama, apa yang dilakukannya tak melanggar aturan. Ia sadar, banyak orang yang setuju dan banyak juga yang tak setuju. “Ketika orang bicara poligami, tak akan pernah tuntas,” ujarnya. Hal itu, ia menambahkan, akan memunculkan konflik di antara mereka.
Puspo mengakui ia sangat terkesan dengan isu Poligamy Award. Karena, setelah acara tersebut diselenggarakan, banyak sekali tanggapan dari masyarakat. “Ini puncak promosi saya,” ujarnya bangga. Diakuinya, ini isu yang paling berat dan seru yang pernah diluncurkannya. “Karena isu ini melawan arus,” tambahnya. Isu-isu tersebut ternyata tidak dibuatnya sendiri. Ia membentuk sejumlah tim. Tim yang terdiri dari para wartawan ini tersebar di beberapa kota, antara lain Jakarta, Badung, Surabaya, Solo, Malang, Bali dan Medan. Namun, ia tak menyerahkan pembuatan isu begitu saja kepada timnya. “Semua tetap di bawah kepemimpinan saya,” katanya. Dua minggu sekali ia mengadakan rapat untuk menetapkan isu dalam satu bulan.
Hasil evaluasinya saat ini menunjukkan, nama Puspo Wardoyo sudah dikenal banyak orang. Adapun dari sisi bisnis, ia merasa relatif berhasil. Saat ini sejumlah rumah makan di berbagai kota besar dimilikinya. Sejumlah proposal kerjasama juga terus mengalir ke mejanya. Namun, kalau dibandingkan dengan rumah makannya, ia mengakui namanya cenderung lebih popular ketimbang Wong Solo. Itulah sebabnya, agar seimbang, kini ia mengupayakan agar nama rumah makannya kian dikenal. Karena hal itu, beberapa langkah kini digodoknya. Caranya? Membuat sejumlah isu baru! Pertama, isu yang berisikan pesan bahwa dirinya adalah sosok yang baik, sabar, penuh kasih sayang dengan keluarga, dan dermawan. “Saya ingin colling down setelah kasus Poligamy Award, untuk meraih simpati,” ujarnya terus terang. Berikutnya, fokus pada product branding. Sejumlah produk unggulan Wong Solo akan segera diluncurkan.
Menurutnya, selama ini Wong Solo dikenal sebagai rumah makan biasa. Padahal, usahanya ini memiliki sejumlah produk unggulan. Contohnya, beras terbaik dari Delangga. Juga, kangkung unggulan yang hidup di air panas dari Cibaya, yang karena daya tahannya yang kuat dinamakannya Kangkung Perkasa. Selain itu, ia juga memiliki beberapa produk unggulan yang namanya nyerempet-nyerempet poligami, seperti Jus Poligami, Jus Dimadu, atau Tumis Cah Poligami. Terlepas dari kontroversi yang ada, suka tidak suka, Puspo adalah salah satu pebisnis yang piawai mem-brand-kan dirinya.
DI COPY PASTE DARI:
http://www.ukafahrurosid.com/2009/02/kisah-sukses-puspo-wardoyo.html
Ir. Joko Widodo pengusaha dan walikota solo yang sukses dan rendah hati.
http://solokotakita.org/ |
lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 49 tahun, lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalahwalikota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005_2015 Wakil Jokowi meraih gela insiyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985 Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto "Solo: The Spirit of Java". Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran
OlehMajalah tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008"
Kepemimpinan Joko Widodo sebagai Wali Kota Solo kian diakui. Tidak hanya warga Kota Solo, tetapi berbagai lembaga nasional dan internasional. Prestasinya memang berderet-deret. Salah satu yang fenomenal adalah relokasi damai ratusan pedagang kaki lima. Berbagai penghargaan pun diberikan kepada lelaki kelahiran 21 Juni 1961 ini. Terakhir, panitia Bung Hatta Anti Corruption Awards (BHACA) memberikan penghargaan kepadanya.
Joko Widodo dinilai sebagai seorang pemimpin yang bersih dan mampu mengajak dan melibatkan masyarakatnya untuk menciptakan praktik birokrasi yang bersih. Di kala kepala pemerintahan daerah lain banyak yang tersangkut kasus korupsi, Jokowi begitu biasa ia dipanggil, memberikan teladan dengan memperkecil peluang korupsi.
“Integritasnya bersih, tindakan-tindakan nyata membangun sistem transparan, memperkecil kemungkinan korupsi, dampak reformasi birokrasi, upaya yang melibatkan masyarakat dan faktor keberlanjutan program,” ujar Ketua Dewan Juri BHACA, Betti Alisjahbana saat mengumumkan penerima BHACA 2010.
Terhadap penilaian itu, ayah dari tiga anak ini memilih untuk bersikap rendah hati. Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini masih jauh dari ekspektasinya. Dia menyebutkan, baru sekitar 40 persen saja reformasi birokrasi yang sudah berhasil. “Sebenarnya baru hal-hal kecil saja yang sudah berhasil, PR-nya masih banyak,” ujarnya kepada SP.
Kota Solo menerapkan program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) untuk menjamin akses kesehatan warganya. Di bidang pendidikan, ada program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS). Di bawah Jokowi, perizinan untuk berusaha dibuatkan “jalan tol”. Sebanyak 13 pasar tradisional dihidupkan kembali. “Satu hal yang ingin segera bisa direalisasikan adalah program e-proc,” katanya
Tahun depan, diharapkan e-proc sudah diimplementasikan. Sudah tiga tahun dia mempersiapkan. Namun, diakuinya bukan perkara mudah. Ide-ide inovasinya tak jarang mendapatkan resisten dari para pegawainya. Tetapi, dia punya kiat jitu. “Saya lebih menyiapkan sistem terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan,” ujarnya.
Persiapan sistem itulah yang membuat banyak cita-cita Jokowi harus tertunda beberapa saat. Pendidikan dan kesehatan gratis misalnya, tidak langsung diterapkan Jokowi begitu dia menjadi wali kota. “Karena saya tidak ingin kebijakan itu bergantung figur, tetapi memang sistem. Dengan sistem yang bagus maka akan merombak pula birokrasi,” kata alumni Fakultas Kehutanan UGM ini.
Sistem yang Efektif
Membuat sistem yang efektif memang tidak gampang. Apalagi sistem baru itu mengguncang kemapanan birokrasi. Jokowi selalu “ditantang” anak buahnya dengan persoalan klasik bahwa daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membuat kebijakan populis. “Sering kali birokrasi melakukan resistensi, misalnya tidak menginformasikan detail teknis. Tetapi, saya yakin, birokrasi bisa dirombak menjadi bagus, asalkan sistemnya disiapkan dulu dan yang penting transparasi,” katanya.
Pengalamannya sebagai pengusaha ternyata sangat berguna untuk memimpin Kota Solo, terutama ketika menghadapi birokrat bandel. Dia tidak kenal lelah melakukan pengawasan langsung dengan turun langsung ke instansi yang langsung memberikan pelayanan ke masyarakat. Puskesmas dan kantor kelurahan selalu disambangi. Tentu saja tanpa pemberitahuan, apalagi protokoler.“Seperti di perusahaan, orang yang bekerja harus selalu merasa ada yang mengawasi dan mengontrol,” katanya. Jokowi memang bukan pemimpin yang senang berada di belakang meja.
Setiap saat dia bisa dijumpai di pelosok-pelosok kampung. Konsekuensinya, dia kerap dimintai bantuan warga. Di tahun-tahun pertama, uang pribadinya sebesar Rp 1,5 miliar tandas untuk membantu warga yang kesulitan karena setiap hari ada saja yang meminta sumbangan. Jokowi mematok, hal itu tak boleh terus-menerus dibiarkan.
Tahun ketiga, Jokowi tak mau lagi memberi bantuan kepada peminta sumbangan untuk urusan kesehatan dan pendidikan. “Harus ada kebijakan yang mengatasi masalah kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Sekalipun sudah ada PKMS dan BPMKS, tidak berarti permintaan sumbangan dari warga berhenti. Walhasil, selama 6 tahun menjadi wali kota, belum sekalipun dia menikmati gaji dan biaya taktis yang menjadi haknya sebesar Rp 16 juta itu. “Tiap bulan hanya tanda tangan saja, tetapi uangnya sudah habis,” ujarnya sembari tertawa.
[Imron Rosyid Taufikur]
Ir H Joko Widodo
Tempat & Tgl Lahir:
Solo, 21 Juni 1961
Pendidikan:
- SD Negeri 111 Tirtoyoso, Solo (1973)
- SMP Negeri 1, Solo (1976)
- SMA Negeri 4, Solo (1980)
- Jurusan Teknologi Kayu
Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta (1985)
Joko Widodo dinilai sebagai seorang pemimpin yang bersih dan mampu mengajak dan melibatkan masyarakatnya untuk menciptakan praktik birokrasi yang bersih. Di kala kepala pemerintahan daerah lain banyak yang tersangkut kasus korupsi, Jokowi begitu biasa ia dipanggil, memberikan teladan dengan memperkecil peluang korupsi.
“Integritasnya bersih, tindakan-tindakan nyata membangun sistem transparan, memperkecil kemungkinan korupsi, dampak reformasi birokrasi, upaya yang melibatkan masyarakat dan faktor keberlanjutan program,” ujar Ketua Dewan Juri BHACA, Betti Alisjahbana saat mengumumkan penerima BHACA 2010.
Terhadap penilaian itu, ayah dari tiga anak ini memilih untuk bersikap rendah hati. Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini masih jauh dari ekspektasinya. Dia menyebutkan, baru sekitar 40 persen saja reformasi birokrasi yang sudah berhasil. “Sebenarnya baru hal-hal kecil saja yang sudah berhasil, PR-nya masih banyak,” ujarnya kepada SP.
Kota Solo menerapkan program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) untuk menjamin akses kesehatan warganya. Di bidang pendidikan, ada program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS). Di bawah Jokowi, perizinan untuk berusaha dibuatkan “jalan tol”. Sebanyak 13 pasar tradisional dihidupkan kembali. “Satu hal yang ingin segera bisa direalisasikan adalah program e-proc,” katanya
Tahun depan, diharapkan e-proc sudah diimplementasikan. Sudah tiga tahun dia mempersiapkan. Namun, diakuinya bukan perkara mudah. Ide-ide inovasinya tak jarang mendapatkan resisten dari para pegawainya. Tetapi, dia punya kiat jitu. “Saya lebih menyiapkan sistem terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan,” ujarnya.
Persiapan sistem itulah yang membuat banyak cita-cita Jokowi harus tertunda beberapa saat. Pendidikan dan kesehatan gratis misalnya, tidak langsung diterapkan Jokowi begitu dia menjadi wali kota. “Karena saya tidak ingin kebijakan itu bergantung figur, tetapi memang sistem. Dengan sistem yang bagus maka akan merombak pula birokrasi,” kata alumni Fakultas Kehutanan UGM ini.
Sistem yang Efektif
Membuat sistem yang efektif memang tidak gampang. Apalagi sistem baru itu mengguncang kemapanan birokrasi. Jokowi selalu “ditantang” anak buahnya dengan persoalan klasik bahwa daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membuat kebijakan populis. “Sering kali birokrasi melakukan resistensi, misalnya tidak menginformasikan detail teknis. Tetapi, saya yakin, birokrasi bisa dirombak menjadi bagus, asalkan sistemnya disiapkan dulu dan yang penting transparasi,” katanya.
Pengalamannya sebagai pengusaha ternyata sangat berguna untuk memimpin Kota Solo, terutama ketika menghadapi birokrat bandel. Dia tidak kenal lelah melakukan pengawasan langsung dengan turun langsung ke instansi yang langsung memberikan pelayanan ke masyarakat. Puskesmas dan kantor kelurahan selalu disambangi. Tentu saja tanpa pemberitahuan, apalagi protokoler.“Seperti di perusahaan, orang yang bekerja harus selalu merasa ada yang mengawasi dan mengontrol,” katanya. Jokowi memang bukan pemimpin yang senang berada di belakang meja.
Setiap saat dia bisa dijumpai di pelosok-pelosok kampung. Konsekuensinya, dia kerap dimintai bantuan warga. Di tahun-tahun pertama, uang pribadinya sebesar Rp 1,5 miliar tandas untuk membantu warga yang kesulitan karena setiap hari ada saja yang meminta sumbangan. Jokowi mematok, hal itu tak boleh terus-menerus dibiarkan.
Tahun ketiga, Jokowi tak mau lagi memberi bantuan kepada peminta sumbangan untuk urusan kesehatan dan pendidikan. “Harus ada kebijakan yang mengatasi masalah kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Sekalipun sudah ada PKMS dan BPMKS, tidak berarti permintaan sumbangan dari warga berhenti. Walhasil, selama 6 tahun menjadi wali kota, belum sekalipun dia menikmati gaji dan biaya taktis yang menjadi haknya sebesar Rp 16 juta itu. “Tiap bulan hanya tanda tangan saja, tetapi uangnya sudah habis,” ujarnya sembari tertawa.
[Imron Rosyid Taufikur]
Ir H Joko Widodo
Tempat & Tgl Lahir:
Solo, 21 Juni 1961
Pendidikan:
- SD Negeri 111 Tirtoyoso, Solo (1973)
- SMP Negeri 1, Solo (1976)
- SMA Negeri 4, Solo (1980)
- Jurusan Teknologi Kayu
Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta (1985)
Diambil/copu paste dari:
Semuanya berawal pada 2005.
Joko Widodo, yang baru dilantik menjadi Wali
Kota Surakarta, membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di
tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya, kebanyakan orang Solo ingin pedagang
kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan.
Joko bingung.
Ia tak ingin menempuh cara gampang, dengan memanggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi.
"Dagangan itu hidup mereka. Bukan cuma untuk perut mereka sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan anak-anak mereka" katanya.
Tak bisa tidak, para pedagang itu harus direlokasi.
Tapi bagaimana caranya? Tiga Walikota sebelumnya angkat tangan.
Para pedagang kaki lima mengancam akan membakar kantor Walikota kalau digusur.
Di Solo, ancaman bakar bukan omong kosong.
Sejak dibangun, kantor Walikota sudah dua kali, yaitu pada tahun 1998 dan 1999-dihanguskan oleh massa.
Lalu munculah ide, untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama.
Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus.
Sebagai eksportir furniture selama 18 tahun, Joko tahu betul ampuhnya strategi "lobi meja makan". Maka rencana disusun.
Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari-kawasan paling elite di Solo. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban.
Aksi dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung,
rumah dinas Walikota.
Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengurus lembaga swadaya masyarakat. Joko menahan diri untuk tidak mengungkapkan keinginannya menyampaikan rencana relokasi tsb.
Seusai makan, Joko mempersilakan mereka pulang.
Para pedagang kaki lima kecele. "Enggak ada dialog, Pak?" tanya mereka.
"Enggak. Cuma makan siang saja kok" jawab Joko santai dan ramah.
Tiga hari kemudian, mereka kembali diundang.
Lagi-lagi cuma SMP - sudah makan pulang.
Ini berlangsung terus selama tujuh bulan.
Baru pada jamuan ke-54, saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir, lalu Joko pun mengutarakan niatnya.
"Bapak-bapak yang baik, mohon maaf sebelumnya jika tempat Bapak-bapak berdagang hendak saya pindahkan" katanya ramah dan tetap santai, seluruh pedagang kali lima tidak ada yang membantah.
Para pedagang minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Joko tak berani. Dia cuma berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan-yang khusus dibangun untuk relokasi-selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal.
Janji itu dia tepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota.
Terakhir, mereka minta kios diberikan gratis.
"Ini berat. Saya sempat tarik-ulur dengan Dewan," kata Joko.
Untungnya, Dewan bisa diyakinkan dan setuju. Jadilah para pedagang tak mengeluarkan uang untuk kios barunya.
Sebagai gantinya, para pedagang harus membayar retribusi Rp 2.600,- perhari.
Joko yakin dalam delapan setengah tahun modal pemerintah Rp 9,8 miliar bisa kembali. Boyongan pedagang dari Banjarsari ke Pasar Klitikan pada pertengahan tahun lalu berlangsung meriah, karena dibuat seperti pawai tujuhbelasan, dengan riang gembira para pedagang membawa barang dagangannya ke tempat yang baru.
Bukannya dikejar-kejar seperti di kota lain, mereka pindah dengan senyum rasa bangga.
Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng-simbol kemakmuran. Mereka juga dikawal prajurit keraton berpakaian lengkap.
"Orang bilang mereka nurut saya karena sudah diajak makan. Itu salah.
Yang benar itu karena mereka diwongke, dimanusiakan. ." kata Joko.
Joko yang saat Pilkada diusung oleh PDIP sangat membela wong cilik, "Sebenarnya pekerjaan ini bukan perkara sulit" P
pokoknya, pimpinlah mereka dengan hati.
Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah," ujarnya.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur.
Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman. Berhasil dengan Banjarsari, Joko merambah kaki lima di wilayah lain.
Untuk yang berada dijalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan.
Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu.
Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata.
Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. "Sekarang kami yang kewalahan karena belum punya dana," kata Joko, tertawa.
Tapi rencana terus jalan.
Januari lalu telah dibuat Pasar Malam di depan Keraton Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan.
Joko juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional yang selama 30-an tahun tak pernah diurus.
Tiga tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang.
Targetnya, ketika masa jabatannya berakhir pada 2010, sebagian besar dari 38 pasar tradisional Solo telah dibangun ulang.
Ketika masih mengelola sendiri usaha Furniturenya, Joko sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain.
Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal.
Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah.
Di sini kebalikan. Ibu-ibu lebih suka ke mal karena pasarnya kotor dan berbau. "Makanya pasar saya benahi" katanya.
Agar lebih menarik, tahun 2010 ini telah dibuat promosi: belanja di pasar dapat
hadiah mobil. Toh, tak sia-sia Joko ngopeni pedagang kecil.
Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja.
Mereka juga penyumbang terbesar pendapatan asli daerah.
Tahun ini nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.
Kariernya berawal dari karyawan pada perusahaan Furniture Roda Jati, Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990) -
Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996) -
Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta(2002-2007) - Wali Kota Surakarta (2005-2010)
Penghargaan yang pernah diperoleh adalah
- Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
- Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
- Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
- Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum.
Tahun 2010 ini, Pemilihan Walikota Solo pengganti Joko akan berlangsung.
Tanpa kampanye yang menghamburkan uang dan melelahkan, seluruh masyarakat Kota
Solo meminta agar Joko kembali memimpin mereka.
Tetapi Joko memilih untuk tidak mencalonkan kembali, menurutnya, masih banyak calon Pemimpin baru yang mampu menggantikan dirinya.
Yang terpenting bagi Joko adalah, dia telah membangun fondasi terpenting untuk Kota Solo, tanah kelahirannya.
http://gita-lia.blogspot.com/2010/04/joko-widodo-wali-kota-surakarta.html
Joko Widodo, yang baru dilantik menjadi Wali
Kota Surakarta, membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di
tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya, kebanyakan orang Solo ingin pedagang
kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan.
Joko bingung.
Ia tak ingin menempuh cara gampang, dengan memanggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi.
"Dagangan itu hidup mereka. Bukan cuma untuk perut mereka sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan anak-anak mereka" katanya.
Tak bisa tidak, para pedagang itu harus direlokasi.
Tapi bagaimana caranya? Tiga Walikota sebelumnya angkat tangan.
Para pedagang kaki lima mengancam akan membakar kantor Walikota kalau digusur.
Di Solo, ancaman bakar bukan omong kosong.
Sejak dibangun, kantor Walikota sudah dua kali, yaitu pada tahun 1998 dan 1999-dihanguskan oleh massa.
Lalu munculah ide, untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama.
Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus.
Sebagai eksportir furniture selama 18 tahun, Joko tahu betul ampuhnya strategi "lobi meja makan". Maka rencana disusun.
Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari-kawasan paling elite di Solo. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban.
Aksi dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung,
rumah dinas Walikota.
Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengurus lembaga swadaya masyarakat. Joko menahan diri untuk tidak mengungkapkan keinginannya menyampaikan rencana relokasi tsb.
Seusai makan, Joko mempersilakan mereka pulang.
Para pedagang kaki lima kecele. "Enggak ada dialog, Pak?" tanya mereka.
"Enggak. Cuma makan siang saja kok" jawab Joko santai dan ramah.
Tiga hari kemudian, mereka kembali diundang.
Lagi-lagi cuma SMP - sudah makan pulang.
Ini berlangsung terus selama tujuh bulan.
Baru pada jamuan ke-54, saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir, lalu Joko pun mengutarakan niatnya.
"Bapak-bapak yang baik, mohon maaf sebelumnya jika tempat Bapak-bapak berdagang hendak saya pindahkan" katanya ramah dan tetap santai, seluruh pedagang kali lima tidak ada yang membantah.
Para pedagang minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Joko tak berani. Dia cuma berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan-yang khusus dibangun untuk relokasi-selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal.
Janji itu dia tepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota.
Terakhir, mereka minta kios diberikan gratis.
"Ini berat. Saya sempat tarik-ulur dengan Dewan," kata Joko.
Untungnya, Dewan bisa diyakinkan dan setuju. Jadilah para pedagang tak mengeluarkan uang untuk kios barunya.
Sebagai gantinya, para pedagang harus membayar retribusi Rp 2.600,- perhari.
Joko yakin dalam delapan setengah tahun modal pemerintah Rp 9,8 miliar bisa kembali. Boyongan pedagang dari Banjarsari ke Pasar Klitikan pada pertengahan tahun lalu berlangsung meriah, karena dibuat seperti pawai tujuhbelasan, dengan riang gembira para pedagang membawa barang dagangannya ke tempat yang baru.
Bukannya dikejar-kejar seperti di kota lain, mereka pindah dengan senyum rasa bangga.
Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng-simbol kemakmuran. Mereka juga dikawal prajurit keraton berpakaian lengkap.
"Orang bilang mereka nurut saya karena sudah diajak makan. Itu salah.
Yang benar itu karena mereka diwongke, dimanusiakan. ." kata Joko.
Joko yang saat Pilkada diusung oleh PDIP sangat membela wong cilik, "Sebenarnya pekerjaan ini bukan perkara sulit" P
pokoknya, pimpinlah mereka dengan hati.
Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah," ujarnya.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur.
Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman. Berhasil dengan Banjarsari, Joko merambah kaki lima di wilayah lain.
Untuk yang berada dijalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan.
Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu.
Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata.
Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. "Sekarang kami yang kewalahan karena belum punya dana," kata Joko, tertawa.
Tapi rencana terus jalan.
Januari lalu telah dibuat Pasar Malam di depan Keraton Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan.
Joko juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional yang selama 30-an tahun tak pernah diurus.
Tiga tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang.
Targetnya, ketika masa jabatannya berakhir pada 2010, sebagian besar dari 38 pasar tradisional Solo telah dibangun ulang.
Ketika masih mengelola sendiri usaha Furniturenya, Joko sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain.
Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal.
Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah.
Di sini kebalikan. Ibu-ibu lebih suka ke mal karena pasarnya kotor dan berbau. "Makanya pasar saya benahi" katanya.
Agar lebih menarik, tahun 2010 ini telah dibuat promosi: belanja di pasar dapat
hadiah mobil. Toh, tak sia-sia Joko ngopeni pedagang kecil.
Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja.
Mereka juga penyumbang terbesar pendapatan asli daerah.
Tahun ini nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.
Kariernya berawal dari karyawan pada perusahaan Furniture Roda Jati, Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990) -
Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996) -
Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta(2002-2007) - Wali Kota Surakarta (2005-2010)
Penghargaan yang pernah diperoleh adalah
- Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
- Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
- Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
- Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum.
Tahun 2010 ini, Pemilihan Walikota Solo pengganti Joko akan berlangsung.
Tanpa kampanye yang menghamburkan uang dan melelahkan, seluruh masyarakat Kota
Solo meminta agar Joko kembali memimpin mereka.
Tetapi Joko memilih untuk tidak mencalonkan kembali, menurutnya, masih banyak calon Pemimpin baru yang mampu menggantikan dirinya.
Yang terpenting bagi Joko adalah, dia telah membangun fondasi terpenting untuk Kota Solo, tanah kelahirannya.
Rabu, 13 Oktober 2010
3 enterpreneur indonesia
Bisa jadi referansi motivasi.
Diambil dari:
William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional.
seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan bisnisnya.Bagaimanakah kisah perjalanan bisnis taipan ulung anak pedagang Majalengka yang bernama Asli Tjia Kian Liong itu? Bisnis yang dilakoni pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, itu sesungguhnya diawali dengan penuh pahit dan getir.
William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon.
Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. "Dengan berdagang, saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara saya," ujar anak kedua dari lima bersaudara keluarga pedagang ini, suatu ketika.
Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan DM," ujar William.
Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang ditamsilkan William sendiri.
Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi Rp 378
per dollar AS.
"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami," ujar Oom Willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.
Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.
Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di Universitas Katholik Parahyangan tahun 1984.
Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan Jerman Barat.
Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.
William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa.
Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.
Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran.
Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.
Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu tulisannya di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar.
Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.
Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.
Semangatnya dalam menempuh bisnis pun patut dijadikan panutan. Kalau ia terjegal dalam kancah bisnis, itu bukanlah akhir dari perjalanan bisnisnya, melainkan justru awal dari kebangkitannya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990, Tbk), meninggal dunia hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. William sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. Terakhir, ia dirawat tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010) dirawat di unit rawat intensif (ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, hingga Senin (5/4/2010).
William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.”
William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah.
Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.
William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Beliau meninggal pada usia 78 tahun tepatnya hari Jumat (2/4/2010).
William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon.
Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. "Dengan berdagang, saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara saya," ujar anak kedua dari lima bersaudara keluarga pedagang ini, suatu ketika.
Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan DM," ujar William.
Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang ditamsilkan William sendiri.
Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi Rp 378
per dollar AS.
"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami," ujar Oom Willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.
Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.
Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di Universitas Katholik Parahyangan tahun 1984.
Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan Jerman Barat.
Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.
William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa.
Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.
Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran.
Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.
Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu tulisannya di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar.
Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.
Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.
Semangatnya dalam menempuh bisnis pun patut dijadikan panutan. Kalau ia terjegal dalam kancah bisnis, itu bukanlah akhir dari perjalanan bisnisnya, melainkan justru awal dari kebangkitannya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990, Tbk), meninggal dunia hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. William sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. Terakhir, ia dirawat tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010) dirawat di unit rawat intensif (ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, hingga Senin (5/4/2010).
William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.”
William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah.
Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.
William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Beliau meninggal pada usia 78 tahun tepatnya hari Jumat (2/4/2010).
Bob sadino pendiri PT.KEM
Bob Sadino (Lampung , 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Bob Sadino kembali ke Indonesia pada tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, anak bungsu dari lima bersaudara ini hanya punya satu tekad, yaitu bekerja tanpa harus di bawah perintah orang lain. Ayahnya, Sadino orang Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal ketika Bob berusia 19. Ini telah menjadi tantangan baginya, sehingga akhirnya ia harus hidup mandiri.
Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg,Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan , sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.
Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton.
Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg,Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan , sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.
Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton.
Bob memberikan contoh salah satu hasil penjualan produknya, yaitu bisa menjual kangkung per kilo Rp 1.000. Ia tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak akan ada habisnya. Om Bob, demikian ia biasa dipanggil oleh bawahannya tidak melakukan olah raga khusus. Haji yang menyukai musik klasik dan jazz ini mengakui, saat-saat yang paling indah baginya adalah ketika bersembahyang jamaah dengan kedua anaknya.
Berikut Biodata Bob Sadino:
Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam
Ayah : Sadino
Anak : Dua Orang
Pendidikan :'
• SD, Yogyakarta (1947)
• SMP, Jakarta (1950)
• SMA, Jakarta (1953)
Karir :
• Karyawan Unilever (1954-1955)
• Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
• Pemilik Tunggal Kem Chicks Supermarket (1969)
• Dirut PT Boga Catur Rata
• PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging ham)
• PT Kem Farms (kebun sayur)
Berikut Biodata Bob Sadino:
Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam
Ayah : Sadino
Anak : Dua Orang
Pendidikan :'
• SD, Yogyakarta (1947)
• SMP, Jakarta (1950)
• SMA, Jakarta (1953)
Karir :
• Karyawan Unilever (1954-1955)
• Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
• Pemilik Tunggal Kem Chicks Supermarket (1969)
• Dirut PT Boga Catur Rata
• PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging ham)
• PT Kem Farms (kebun sayur)
Dr. Ir. Ciputra Pendiri usaha jaya
lahir di kota kecil Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931 dengan nama Tjie Tjin Hoan, ia anak ke 3 dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio yang juga berlatar belakang keluarga sederhana. Ketika berusia 12 tahun ia kehilangan ayahnya yang meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda.
Kepahitan masa kecil telah menimbulkan tekad dan keputusan penting yaitu memiliki cita-cita bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun. Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung. Terlambat tapi bukan berarti terhambat bukan..?
Keseluruhan pendidikan masa remaja Dr. Ir. Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan yang akademis dan juga non akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Inilah yang dapat disebut sebagai sekolah kehidupan yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan utuh. Oleh karena itu tidak heran bila saat ini ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.
Karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Ia kini mengendalikan 5 kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti. Proyek kota barunya kini berjumlah 11 buah tersebar di Jabotabek, Surabaya, dan di Vietnam dengan luas lahan mencakup 20.000 hektar lebih. Ke-11 kota baru itu adalah Bumi Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah, Kota Taman Metropolitan, CitraRaya Surabaya, Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Hanoi, Vietnam. Proyek-proyek properti komersialnya, juga sangat berkelas dan menjadi trend setter di bidangnya. Lebih dari itu, proyek-proyeknya juga menjadi magnit bagi pertumbuhan wilayah di sekitarnya.
Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh. Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB. Ke Jakarta…Kita harus ke Jakarta, sebab di sana banyak pekerjaan, ujarnya kepada Islamil Sofyan dan Budi Brasali. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu. Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di kawasan senen. Dengan berbagai cara, Ciputra adalah berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.
Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jay. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional yang handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp. 10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun. Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra. Jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47 dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai hal ini, secara berkelakar Ciputra mengatakan: Kalau anak kita sepuluh, kita masih bisa mengingat namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu, bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi.
Fasilitas merupakan unsur ketiga dari 10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus dipuaskan dengan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu tidak harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan. Jika fasilitas selengkapnya langsung dibangun, harga jual akan langsung tinggi. Ini tidak akan memberikan keuntungan kepada para pembeli pertama, selain juga merupakan resiko besar bagi pengembang. Ciputra memiliki saham di lima kelompok usaha (Grup Jaya, Grup Metropolitan, Grup Pondoh Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan Grup Ciputra). Dari Kelima kelompok usaha itu, Ciputra tidak menutupi bahwa sebenarnya ia meletakkan loyalitasnya yang pertama kepada Jaya. Pertama, karena ia hampir identik dengan Jaya. Dari sinilah jaringan bisnis propertinya dimulai. Sejak perusahaan itu dibentuk tahun 1961, Ciputra duduk dalam jajaran direksinya selama 35 tahun: 3 tahun pertama sebagai direktur dan 32 tahun sebagai direktur utama, hingga ia mengundurkan diri pada tahun 1996 lalu dan menjadi komisaris aktif. Kedua, adalah kenyataan bahwa setelah Pemda DKI, Ciputra adalah pemegang saham terbesar di Jaya.
PT Metropolitan Development adalah perusahaannya yang ia bentuk tahun 1970 bersama Ismail Sofyan, Budi Brasali, dan beberapa mitra lainnya. Kelompok usaha Ciputra ketiga adalah Grup Pondok Indah (PT Metropolitan Kencana) yang merupakan usaha patungan antara PT Metropolitan Development dan PT Waringin Kencana milik Sudwikatmono dan Sudono Salim. Grup ini antara lain mengembangkan Perumahan Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk. Kelompok usaha yang keempat adalah PT Bumi Serpong Damai, yang didirikan awal tahun 1980-an. Perusahaan ini merupakan konsorsium 10 pengusaha terkemuka – antara lain Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaya, Sudwikatmono, Ciputra dan Grup Jaya – yang mengembangkan proyek Kota Mandiri Bumi Serpong Damai seluas 6.000 hektar, proyek jalan tol BSD – Bintaro Pondok Indah, dan lapangan golf Damai Indah Golf.
Grup Ciputra adalah kelompok usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat Indonesia, yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah menjadi Ciputra Development (CD). Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra. Pertumbuhan Ciputra Development belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha Ciputra lainnya. Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru beberapa bulan kemudian Jaya Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu berkisar Rp. 2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar. CD kini memiliki 4 proyek skala luas: Perumahan Citra 455 Ha, Citraraya Kota Nuansa Seni di Tangerang seluas 1.000 Ha, Citraraya Surabaya 1.000 Ha, dan Citra Indah Jonggol. 1.000 Ha. Belum lagi proyek-proyek hotel dan mal yang dikembangkannya, seperti Hotel dan Mal Ciputra, serta super blok seluas 14,5 hektar di Kuningan Jakarta. Grup Ciputra juga mengembangkan Citra Westlake City seluas 400 hektar di Ho Chi Minh City, Vietnam. Pembangunannya diproyeksikan selama 30 tahun dengan total investasi US$2,5 miliar.
Selain itu, CD juga menerjuni bisnis keuangan melalui Bank Ciputra, dan bisnis broker melalui waralaba Century 21.
Sejak beberapa tahun lalu, Ciputra menyatakan Kelima grup usahanya – terutama untuk proyek-proyek propertinya – ke dalam sebuah aliansi pemasaran. Aliansi itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si Pengembang. “Nama Sang Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan nama itu.
Kepahitan masa kecil telah menimbulkan tekad dan keputusan penting yaitu memiliki cita-cita bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun. Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung. Terlambat tapi bukan berarti terhambat bukan..?
Keseluruhan pendidikan masa remaja Dr. Ir. Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan yang akademis dan juga non akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Inilah yang dapat disebut sebagai sekolah kehidupan yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan utuh. Oleh karena itu tidak heran bila saat ini ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.
Karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Ia kini mengendalikan 5 kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti. Proyek kota barunya kini berjumlah 11 buah tersebar di Jabotabek, Surabaya, dan di Vietnam dengan luas lahan mencakup 20.000 hektar lebih. Ke-11 kota baru itu adalah Bumi Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah, Kota Taman Metropolitan, CitraRaya Surabaya, Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Hanoi, Vietnam. Proyek-proyek properti komersialnya, juga sangat berkelas dan menjadi trend setter di bidangnya. Lebih dari itu, proyek-proyeknya juga menjadi magnit bagi pertumbuhan wilayah di sekitarnya.
Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh. Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB. Ke Jakarta…Kita harus ke Jakarta, sebab di sana banyak pekerjaan, ujarnya kepada Islamil Sofyan dan Budi Brasali. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu. Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di kawasan senen. Dengan berbagai cara, Ciputra adalah berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.
Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jay. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional yang handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp. 10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun. Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra. Jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47 dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai hal ini, secara berkelakar Ciputra mengatakan: Kalau anak kita sepuluh, kita masih bisa mengingat namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu, bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi.
Fasilitas merupakan unsur ketiga dari 10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus dipuaskan dengan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu tidak harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan. Jika fasilitas selengkapnya langsung dibangun, harga jual akan langsung tinggi. Ini tidak akan memberikan keuntungan kepada para pembeli pertama, selain juga merupakan resiko besar bagi pengembang. Ciputra memiliki saham di lima kelompok usaha (Grup Jaya, Grup Metropolitan, Grup Pondoh Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan Grup Ciputra). Dari Kelima kelompok usaha itu, Ciputra tidak menutupi bahwa sebenarnya ia meletakkan loyalitasnya yang pertama kepada Jaya. Pertama, karena ia hampir identik dengan Jaya. Dari sinilah jaringan bisnis propertinya dimulai. Sejak perusahaan itu dibentuk tahun 1961, Ciputra duduk dalam jajaran direksinya selama 35 tahun: 3 tahun pertama sebagai direktur dan 32 tahun sebagai direktur utama, hingga ia mengundurkan diri pada tahun 1996 lalu dan menjadi komisaris aktif. Kedua, adalah kenyataan bahwa setelah Pemda DKI, Ciputra adalah pemegang saham terbesar di Jaya.
PT Metropolitan Development adalah perusahaannya yang ia bentuk tahun 1970 bersama Ismail Sofyan, Budi Brasali, dan beberapa mitra lainnya. Kelompok usaha Ciputra ketiga adalah Grup Pondok Indah (PT Metropolitan Kencana) yang merupakan usaha patungan antara PT Metropolitan Development dan PT Waringin Kencana milik Sudwikatmono dan Sudono Salim. Grup ini antara lain mengembangkan Perumahan Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk. Kelompok usaha yang keempat adalah PT Bumi Serpong Damai, yang didirikan awal tahun 1980-an. Perusahaan ini merupakan konsorsium 10 pengusaha terkemuka – antara lain Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaya, Sudwikatmono, Ciputra dan Grup Jaya – yang mengembangkan proyek Kota Mandiri Bumi Serpong Damai seluas 6.000 hektar, proyek jalan tol BSD – Bintaro Pondok Indah, dan lapangan golf Damai Indah Golf.
Grup Ciputra adalah kelompok usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat Indonesia, yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah menjadi Ciputra Development (CD). Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra. Pertumbuhan Ciputra Development belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha Ciputra lainnya. Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru beberapa bulan kemudian Jaya Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu berkisar Rp. 2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar. CD kini memiliki 4 proyek skala luas: Perumahan Citra 455 Ha, Citraraya Kota Nuansa Seni di Tangerang seluas 1.000 Ha, Citraraya Surabaya 1.000 Ha, dan Citra Indah Jonggol. 1.000 Ha. Belum lagi proyek-proyek hotel dan mal yang dikembangkannya, seperti Hotel dan Mal Ciputra, serta super blok seluas 14,5 hektar di Kuningan Jakarta. Grup Ciputra juga mengembangkan Citra Westlake City seluas 400 hektar di Ho Chi Minh City, Vietnam. Pembangunannya diproyeksikan selama 30 tahun dengan total investasi US$2,5 miliar.
Selain itu, CD juga menerjuni bisnis keuangan melalui Bank Ciputra, dan bisnis broker melalui waralaba Century 21.
Sejak beberapa tahun lalu, Ciputra menyatakan Kelima grup usahanya – terutama untuk proyek-proyek propertinya – ke dalam sebuah aliansi pemasaran. Aliansi itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si Pengembang. “Nama Sang Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan nama itu.
AYO JADI PENGUSAHA INDONESIA
Grafik di bawah oleh cahaya sumunar ini, menunjukkan korelasi antara jumlah penduduk di indonesia dengan jumlah pengusaha di indonesia. oleh karena itu mari jadi pengusaha indonesia agar indonesia aman makmur dan sentosa.MAJULAH CALON2 PENGUSAHA INDONESIA,MULAILAH SEKARANG JUGA...!!!!.
Senin, 11 Oktober 2010
Belajar tentang batik di monument batik jogjakarta
cahaya sumunar just second transit at yogyakarta on 10-10-10
Where are you walk ? cahaya sumunar.===>malioboro or pasar kembang?
That you are need to walk?cahaya sumunar.===>malioboro
Are you sure walk or you can try this one?cahaya sumunar( trans jogja)
Buy some souvenir at this street?cahaya sumunar
Wow...see the three...!that use the batik...!cahaya sumunar.
Do you need more place for shooping cahaya sumunar? try this market.
see that motorcycle park ...!cahaya sumunar
that are attack monument...!cahaya sumunar
And that ones is the presiden of indonesia palace...!cahaya sumunar.
THE END
Langganan:
Postingan (Atom)