lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 49 tahun, lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalahwalikota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005_2015 Wakil Jokowi meraih gela insiyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985 Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto "Solo: The Spirit of Java". Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran OlehMajalah tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008"
Kepemimpinan Joko Widodo sebagai Wali Kota Solo kian diakui. Tidak hanya warga Kota Solo, tetapi berbagai lembaga nasional dan internasional. Prestasinya memang berderet-deret. Salah satu yang fenomenal adalah relokasi damai ratusan pedagang kaki lima. Berbagai penghargaan pun diberikan kepada lelaki kelahiran 21 Juni 1961 ini. Terakhir, panitia Bung Hatta Anti Corruption Awards (BHACA) memberikan penghargaan kepadanya.
Joko Widodo dinilai sebagai seorang pemimpin yang bersih dan mampu mengajak dan melibatkan masyarakatnya untuk menciptakan praktik birokrasi yang bersih. Di kala kepala pemerintahan daerah lain banyak yang tersangkut kasus korupsi, Jokowi begitu biasa ia dipanggil, memberikan teladan dengan memperkecil peluang korupsi.
“Integritasnya bersih, tindakan-tindakan nyata membangun sistem transparan, memperkecil kemungkinan korupsi, dampak reformasi birokrasi, upaya yang melibatkan masyarakat dan faktor keberlanjutan program,” ujar Ketua Dewan Juri BHACA, Betti Alisjahbana saat mengumumkan penerima BHACA 2010.
Terhadap penilaian itu, ayah dari tiga anak ini memilih untuk bersikap rendah hati. Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini masih jauh dari ekspektasinya. Dia menyebutkan, baru sekitar 40 persen saja reformasi birokrasi yang sudah berhasil. “Sebenarnya baru hal-hal kecil saja yang sudah berhasil, PR-nya masih banyak,” ujarnya kepada SP.
Kota Solo menerapkan program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) untuk menjamin akses kesehatan warganya. Di bidang pendidikan, ada program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS). Di bawah Jokowi, perizinan untuk berusaha dibuatkan “jalan tol”. Sebanyak 13 pasar tradisional dihidupkan kembali. “Satu hal yang ingin segera bisa direalisasikan adalah program e-proc,” katanya
Tahun depan, diharapkan e-proc sudah diimplementasikan. Sudah tiga tahun dia mempersiapkan. Namun, diakuinya bukan perkara mudah. Ide-ide inovasinya tak jarang mendapatkan resisten dari para pegawainya. Tetapi, dia punya kiat jitu. “Saya lebih menyiapkan sistem terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan,” ujarnya.
Persiapan sistem itulah yang membuat banyak cita-cita Jokowi harus tertunda beberapa saat. Pendidikan dan kesehatan gratis misalnya, tidak langsung diterapkan Jokowi begitu dia menjadi wali kota. “Karena saya tidak ingin kebijakan itu bergantung figur, tetapi memang sistem. Dengan sistem yang bagus maka akan merombak pula birokrasi,” kata alumni Fakultas Kehutanan UGM ini.
Sistem yang Efektif
Membuat sistem yang efektif memang tidak gampang. Apalagi sistem baru itu mengguncang kemapanan birokrasi. Jokowi selalu “ditantang” anak buahnya dengan persoalan klasik bahwa daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membuat kebijakan populis. “Sering kali birokrasi melakukan resistensi, misalnya tidak menginformasikan detail teknis. Tetapi, saya yakin, birokrasi bisa dirombak menjadi bagus, asalkan sistemnya disiapkan dulu dan yang penting transparasi,” katanya.
Pengalamannya sebagai pengusaha ternyata sangat berguna untuk memimpin Kota Solo, terutama ketika menghadapi birokrat bandel. Dia tidak kenal lelah melakukan pengawasan langsung dengan turun langsung ke instansi yang langsung memberikan pelayanan ke masyarakat. Puskesmas dan kantor kelurahan selalu disambangi. Tentu saja tanpa pemberitahuan, apalagi protokoler.“Seperti di perusahaan, orang yang bekerja harus selalu merasa ada yang mengawasi dan mengontrol,” katanya. Jokowi memang bukan pemimpin yang senang berada di belakang meja.
Setiap saat dia bisa dijumpai di pelosok-pelosok kampung. Konsekuensinya, dia kerap dimintai bantuan warga. Di tahun-tahun pertama, uang pribadinya sebesar Rp 1,5 miliar tandas untuk membantu warga yang kesulitan karena setiap hari ada saja yang meminta sumbangan. Jokowi mematok, hal itu tak boleh terus-menerus dibiarkan.
Tahun ketiga, Jokowi tak mau lagi memberi bantuan kepada peminta sumbangan untuk urusan kesehatan dan pendidikan. “Harus ada kebijakan yang mengatasi masalah kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Sekalipun sudah ada PKMS dan BPMKS, tidak berarti permintaan sumbangan dari warga berhenti. Walhasil, selama 6 tahun menjadi wali kota, belum sekalipun dia menikmati gaji dan biaya taktis yang menjadi haknya sebesar Rp 16 juta itu. “Tiap bulan hanya tanda tangan saja, tetapi uangnya sudah habis,” ujarnya sembari tertawa.
[Imron Rosyid Taufikur]
Ir H Joko Widodo
Tempat & Tgl Lahir:
Solo, 21 Juni 1961
Pendidikan:
- SD Negeri 111 Tirtoyoso, Solo (1973)
- SMP Negeri 1, Solo (1976)
- SMA Negeri 4, Solo (1980)
- Jurusan Teknologi Kayu
Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta (1985)
Diambil/copu paste dari:
Semuanya berawal pada 2005.
Joko Widodo, yang baru dilantik menjadi Wali
Kota Surakarta, membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di
tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya, kebanyakan orang Solo ingin pedagang
kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan.
Joko bingung.
Ia tak ingin menempuh cara gampang, dengan memanggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi.
"Dagangan itu hidup mereka. Bukan cuma untuk perut mereka sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan anak-anak mereka" katanya.
Tak bisa tidak, para pedagang itu harus direlokasi.
Tapi bagaimana caranya? Tiga Walikota sebelumnya angkat tangan.
Para pedagang kaki lima mengancam akan membakar kantor Walikota kalau digusur.
Di Solo, ancaman bakar bukan omong kosong.
Sejak dibangun, kantor Walikota sudah dua kali, yaitu pada tahun 1998 dan 1999-dihanguskan oleh massa.
Lalu munculah ide, untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama.
Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus.
Sebagai eksportir furniture selama 18 tahun, Joko tahu betul ampuhnya strategi "lobi meja makan". Maka rencana disusun.
Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari-kawasan paling elite di Solo. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban.
Aksi dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung,
rumah dinas Walikota.
Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengurus lembaga swadaya masyarakat. Joko menahan diri untuk tidak mengungkapkan keinginannya menyampaikan rencana relokasi tsb.
Seusai makan, Joko mempersilakan mereka pulang.
Para pedagang kaki lima kecele. "Enggak ada dialog, Pak?" tanya mereka.
"Enggak. Cuma makan siang saja kok" jawab Joko santai dan ramah.
Tiga hari kemudian, mereka kembali diundang.
Lagi-lagi cuma SMP - sudah makan pulang.
Ini berlangsung terus selama tujuh bulan.
Baru pada jamuan ke-54, saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir, lalu Joko pun mengutarakan niatnya.
"Bapak-bapak yang baik, mohon maaf sebelumnya jika tempat Bapak-bapak berdagang hendak saya pindahkan" katanya ramah dan tetap santai, seluruh pedagang kali lima tidak ada yang membantah.
Para pedagang minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Joko tak berani. Dia cuma berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan-yang khusus dibangun untuk relokasi-selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal.
Janji itu dia tepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota.
Terakhir, mereka minta kios diberikan gratis.
"Ini berat. Saya sempat tarik-ulur dengan Dewan," kata Joko.
Untungnya, Dewan bisa diyakinkan dan setuju. Jadilah para pedagang tak mengeluarkan uang untuk kios barunya.
Sebagai gantinya, para pedagang harus membayar retribusi Rp 2.600,- perhari.
Joko yakin dalam delapan setengah tahun modal pemerintah Rp 9,8 miliar bisa kembali. Boyongan pedagang dari Banjarsari ke Pasar Klitikan pada pertengahan tahun lalu berlangsung meriah, karena dibuat seperti pawai tujuhbelasan, dengan riang gembira para pedagang membawa barang dagangannya ke tempat yang baru.
Bukannya dikejar-kejar seperti di kota lain, mereka pindah dengan senyum rasa bangga.
Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng-simbol kemakmuran. Mereka juga dikawal prajurit keraton berpakaian lengkap.
"Orang bilang mereka nurut saya karena sudah diajak makan. Itu salah.
Yang benar itu karena mereka diwongke, dimanusiakan. ." kata Joko.
Joko yang saat Pilkada diusung oleh PDIP sangat membela wong cilik, "Sebenarnya pekerjaan ini bukan perkara sulit" P
pokoknya, pimpinlah mereka dengan hati.
Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah," ujarnya.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur.
Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman. Berhasil dengan Banjarsari, Joko merambah kaki lima di wilayah lain.
Untuk yang berada dijalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan.
Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu.
Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata.
Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. "Sekarang kami yang kewalahan karena belum punya dana," kata Joko, tertawa.
Tapi rencana terus jalan.
Januari lalu telah dibuat Pasar Malam di depan Keraton Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan.
Joko juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional yang selama 30-an tahun tak pernah diurus.
Tiga tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang.
Targetnya, ketika masa jabatannya berakhir pada 2010, sebagian besar dari 38 pasar tradisional Solo telah dibangun ulang.
Ketika masih mengelola sendiri usaha Furniturenya, Joko sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain.
Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal.
Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah.
Di sini kebalikan. Ibu-ibu lebih suka ke mal karena pasarnya kotor dan berbau. "Makanya pasar saya benahi" katanya.
Agar lebih menarik, tahun 2010 ini telah dibuat promosi: belanja di pasar dapat
hadiah mobil. Toh, tak sia-sia Joko ngopeni pedagang kecil.
Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja.
Mereka juga penyumbang terbesar pendapatan asli daerah.
Tahun ini nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.
Kariernya berawal dari karyawan pada perusahaan Furniture Roda Jati, Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990) -
Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996) -
Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta(2002-2007) - Wali Kota Surakarta (2005-2010)
Penghargaan yang pernah diperoleh adalah
- Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
- Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
- Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
- Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum.
Tahun 2010 ini, Pemilihan Walikota Solo pengganti Joko akan berlangsung.
Tanpa kampanye yang menghamburkan uang dan melelahkan, seluruh masyarakat Kota
Solo meminta agar Joko kembali memimpin mereka.
Tetapi Joko memilih untuk tidak mencalonkan kembali, menurutnya, masih banyak calon Pemimpin baru yang mampu menggantikan dirinya.
Yang terpenting bagi Joko adalah, dia telah membangun fondasi terpenting untuk Kota Solo, tanah kelahirannya.
http://gita-lia.blogspot.com/2010/04/joko-widodo-wali-kota-surakarta.html