Aku blogger indonesia

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources
GAK USAH NJLIMET;GAK USAH RIBET....!HANYA 1 KATA:"MULAI"***Ora ono pakaryan kang mareggi lamun shiro,hanggantheppi***

CS

Rabu, 13 Oktober 2010

3 enterpreneur indonesia

Bisa jadi referansi motivasi.

William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional.

 seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan bisnisnya.Bagaimanakah kisah perjalanan bisnis taipan ulung anak pedagang Majalengka yang bernama Asli Tjia Kian Liong itu? Bisnis yang dilakoni pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, itu sesungguhnya diawali dengan penuh pahit dan getir.

William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon. 

Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. "Dengan berdagang, saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara saya," ujar anak kedua dari lima bersaudara keluarga pedagang ini, suatu ketika.

Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan DM," ujar William.

Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang ditamsilkan William sendiri.

Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi Rp 378
per dollar AS.

"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami," ujar Oom Willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.

Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.

Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di Universitas Katholik Parahyangan tahun 1984.

Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan Jerman Barat.

Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.

William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa. 

Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.

Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran. 

Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.

Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu tulisannya di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar.

Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.

Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.

Semangatnya dalam menempuh bisnis pun patut dijadikan panutan. Kalau ia terjegal dalam kancah bisnis, itu bukanlah akhir dari perjalanan bisnisnya, melainkan justru awal dari kebangkitannya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990, Tbk), meninggal dunia hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. William sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. Terakhir, ia dirawat tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010) dirawat di unit rawat intensif (ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, hingga Senin (5/4/2010).

William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.”

William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah.

Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.

William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Beliau meninggal pada usia 78 tahun tepatnya hari Jumat (2/4/2010).

 Diambil dari:

Bob sadino pendiri PT.KEM

Bob Sadino (Lampung , 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Bob Sadino kembali ke Indonesia pada tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, anak bungsu dari lima bersaudara ini hanya punya satu tekad, yaitu bekerja tanpa harus di bawah perintah orang lain. Ayahnya, Sadino orang Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal ketika Bob berusia 19. Ini telah menjadi tantangan baginya, sehingga akhirnya ia harus hidup mandiri.

Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg,Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan , sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.

Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton.
Bob memberikan contoh salah satu hasil penjualan produknya, yaitu bisa menjual kangkung per kilo Rp 1.000. Ia tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak akan ada habisnya. Om Bob, demikian ia biasa dipanggil oleh bawahannya tidak melakukan olah raga khusus. Haji yang menyukai musik klasik dan jazz ini mengakui, saat-saat yang paling indah baginya adalah ketika bersembahyang jamaah dengan kedua anaknya.



Berikut Biodata Bob Sadino:

Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam
Ayah : Sadino
Anak : Dua Orang
Pendidikan :'
• SD, Yogyakarta (1947)
• SMP, Jakarta (1950)
• SMA, Jakarta (1953)
Karir :
• Karyawan Unilever (1954-1955)
• Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
• Pemilik Tunggal Kem Chicks Supermarket (1969)
• Dirut PT Boga Catur Rata
• PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging ham)
• PT Kem Farms (kebun sayur)


Dr. Ir. Ciputra Pendiri usaha jaya

lahir di kota kecil Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931 dengan nama Tjie Tjin Hoan, ia anak ke 3 dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio yang juga berlatar belakang keluarga sederhana. Ketika berusia 12 tahun ia kehilangan ayahnya yang meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda. 

Kepahitan masa kecil telah menimbulkan tekad dan keputusan penting yaitu memiliki cita-cita bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun. Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung. Terlambat tapi bukan berarti terhambat bukan..? 

Keseluruhan pendidikan masa remaja Dr. Ir. Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan yang akademis dan juga non akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Inilah yang dapat disebut sebagai sekolah kehidupan yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan utuh. Oleh karena itu tidak heran bila saat ini ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya. 

Karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Ia kini mengendalikan 5 kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti. Proyek kota barunya kini berjumlah 11 buah tersebar di Jabotabek, Surabaya, dan di Vietnam dengan luas lahan mencakup 20.000 hektar lebih. Ke-11 kota baru itu adalah Bumi Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah, Kota Taman Metropolitan, CitraRaya Surabaya, Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Hanoi, Vietnam. Proyek-proyek properti komersialnya, juga sangat berkelas dan menjadi trend setter di bidangnya. Lebih dari itu, proyek-proyeknya juga menjadi magnit bagi pertumbuhan wilayah di sekitarnya. 

Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh. Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB. Ke Jakarta…Kita harus ke Jakarta, sebab di sana banyak pekerjaan, ujarnya kepada Islamil Sofyan dan Budi Brasali. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu. Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di kawasan senen. Dengan berbagai cara, Ciputra adalah berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno. 

Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jay. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional yang handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp. 10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun. Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra. Jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47 dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai hal ini, secara berkelakar Ciputra mengatakan: Kalau anak kita sepuluh, kita masih bisa mengingat namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu, bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi. 

Fasilitas merupakan unsur ketiga dari 10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus dipuaskan dengan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu tidak harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan. Jika fasilitas selengkapnya langsung dibangun, harga jual akan langsung tinggi. Ini tidak akan memberikan keuntungan kepada para pembeli pertama, selain juga merupakan resiko besar bagi pengembang. Ciputra memiliki saham di lima kelompok usaha (Grup Jaya, Grup Metropolitan, Grup Pondoh Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan Grup Ciputra). Dari Kelima kelompok usaha itu, Ciputra tidak menutupi bahwa sebenarnya ia meletakkan loyalitasnya yang pertama kepada Jaya. Pertama, karena ia hampir identik dengan Jaya. Dari sinilah jaringan bisnis propertinya dimulai. Sejak perusahaan itu dibentuk tahun 1961, Ciputra duduk dalam jajaran direksinya selama 35 tahun: 3 tahun pertama sebagai direktur dan 32 tahun sebagai direktur utama, hingga ia mengundurkan diri pada tahun 1996 lalu dan menjadi komisaris aktif. Kedua, adalah kenyataan bahwa setelah Pemda DKI, Ciputra adalah pemegang saham terbesar di Jaya. 

PT Metropolitan Development adalah perusahaannya yang ia bentuk tahun 1970 bersama Ismail Sofyan, Budi Brasali, dan beberapa mitra lainnya. Kelompok usaha Ciputra ketiga adalah Grup Pondok Indah (PT Metropolitan Kencana) yang merupakan usaha patungan antara PT Metropolitan Development dan PT Waringin Kencana milik Sudwikatmono dan Sudono Salim. Grup ini antara lain mengembangkan Perumahan Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk. Kelompok usaha yang keempat adalah PT Bumi Serpong Damai, yang didirikan awal tahun 1980-an. Perusahaan ini merupakan konsorsium 10 pengusaha terkemuka – antara lain Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaya, Sudwikatmono, Ciputra dan Grup Jaya – yang mengembangkan proyek Kota Mandiri Bumi Serpong Damai seluas 6.000 hektar, proyek jalan tol BSD – Bintaro Pondok Indah, dan lapangan golf Damai Indah Golf. 

Grup Ciputra adalah kelompok usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat Indonesia, yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah menjadi Ciputra Development (CD). Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra. Pertumbuhan Ciputra Development belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha Ciputra lainnya. Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru beberapa bulan kemudian Jaya Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu berkisar Rp. 2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar. CD kini memiliki 4 proyek skala luas: Perumahan Citra 455 Ha, Citraraya Kota Nuansa Seni di Tangerang seluas 1.000 Ha, Citraraya Surabaya 1.000 Ha, dan Citra Indah Jonggol. 1.000 Ha. Belum lagi proyek-proyek hotel dan mal yang dikembangkannya, seperti Hotel dan Mal Ciputra, serta super blok seluas 14,5 hektar di Kuningan Jakarta. Grup Ciputra juga mengembangkan Citra Westlake City seluas 400 hektar di Ho Chi Minh City, Vietnam. Pembangunannya diproyeksikan selama 30 tahun dengan total investasi US$2,5 miliar. 
Selain itu, CD juga menerjuni bisnis keuangan melalui Bank Ciputra, dan bisnis broker melalui waralaba Century 21. 

Sejak beberapa tahun lalu, Ciputra menyatakan Kelima grup usahanya – terutama untuk proyek-proyek propertinya – ke dalam sebuah aliansi pemasaran. Aliansi itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si Pengembang. “Nama Sang Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan nama itu.





AYO JADI PENGUSAHA INDONESIA

Grafik di bawah oleh cahaya sumunar ini, menunjukkan korelasi antara jumlah penduduk di indonesia dengan jumlah pengusaha di indonesia. oleh karena itu mari jadi pengusaha indonesia agar indonesia aman makmur dan sentosa.MAJULAH CALON2 PENGUSAHA INDONESIA,MULAILAH SEKARANG JUGA...!!!!.